Jumat, 06 Juli 2012

Maafkan Anakmu Mak, Pak...


Alhamdulillah, akhirnya cerpen gw kelar juga nih gan. Ntah memang cerpen atau gag, gw jg kurang tau gan. Yang penting ini hasil karya gw... (hehehehe)

Cerpen ini mengisahkan kehidupan sebuah keluarga kecil yang hidup serba kekurangan. Di atas rumah itu tinggallah seorang bapak yang bernama  Pak Mardin (63 tahuh) dan istrinya  Mak Nurmi (55 tahun) serta anak sematawayangnya yang bernama Anto (27 tahun). Dalam kesehariannya, mereka hidup rukun meskipun terkadang mereka hanya Makan sekali sehari, itupun dengan nasi dan lauk seadanya.
Setiap hari, Anto harus berkuli ke sawah orang lain untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Sedangkan Mak Nurmi, berjalan ke rumah-rumah tetangga untuk mencari uang tambahan. Kadang-kadang ia disuruh tetangga untuk mencuci pakaian dan tak jarang ia juga disuruh membuang sampah, kemudian diberi upah oleh pemilik rumah tersebut. Sementara itu, Pak Mardin hanya bisa tidur di atas tempat tidur usang yang sudah lapuk. Karena Pak Mardin mengidap penyakit lumpuh sejak ia berumur 47 tahun, selain itu beliau juga memiliki penyakit asma.
Keadaan yang demikian, tak menyurutkan semangat Anto untuk terus berusaha memperbaiki keadaan keluarganya. Hingga suatu hari ia bertemu dengan Pak Asep, yang biasa dipanggil dengan sebutan Pak Haji. Ketika itu, Anto sedang berjalan pulang menuju rumahnya sembari membawa cangkul yang diletakkan di atas bahu sebelah kirinya.
“Anto…!” teriak Pak Haji memanggil dari belakang.
Anto kemudian memutar badannya untuk melihat siapa yang memanggilnya. “Eh, Pak Haji. Ada apa Pak?” tanya Anto sambil menurunkan cangkulnya tadi.
“Kamu mengerjakan sawah siapa”, Tanya Pak Haji.
“Sawahnya Karno Pak Haji”, sahut Anto dengan sopan.
“Begini Nto, bapak kan ada toko baju di Jakarta, sekarang ini sedang membutuhkan karyawan sebanyak 7 orang, bagimana kalau kamu bekerja disana saja?”, ungkap Pak Haji.
Anto sangat terkejut dengan ucapan Pak Haji tersebut, ia sangat senang dengan tawaran Pak haji tersebut, tapi di lain sisi ia tidak mau meninggalkan orang tuanya.
Lama berfikir, lalu Anto menjawab pertanyaan Pak Haji tadi, “saya mau saja Pak Haji, tapi saya tidak bisa meninggalkan orang tua saya dalam keadaan seperti ini Pak haji”, jawab Anto dengan lunak.
“Justru itu Nto, dengan bekerja di tempat bapak nantinya, kamu bisa membahagiakan orang tuamu. Bapak jamin, kamu tidak akan menyesal bekerja di tempat bapak Nto” tegas Pak Haji kepada Anto.
Anto pun terdiam dan merenungkan apa yang dikatakan oleh Pak Haji barusan. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan berkata kepada Pak Haji, “bagaiman kalau saya tanya sama bapak dan Mak dulu Pak Haji?”. “Baiklah kalau begitu”, sahut Pak Haji sambil menepuk bahu Anto.
Anto pun berjalan menuju rumahnya meninggalkan Pak Haji. Sepanjang perjalanan pulang, Anto kepikiran apa-apa yang baru saja disampaikan oleh Pak Haji kepadanya. Akhirnya Anto sampai di rumah dan langsung membersihkan badannya.

***

Sungguh malam yang sunyi, duduk bersandar di dinding kayu dengan penerang sebuah  lampu “togok”. Suara jangkrik turut menambah kesunyian malam itu. Angin sepoi-sepoi membuat bulu roma berdiri kedinginan. “Hmmm, kapan saya bisa membuat keluarg saya bahagia”, tanya  Anto sembari memandang bintang di langit.
Tak lama kemudian terdengar dari dalam rumah suara Mak,
“Anto, Makan nak…!”.
Anto langsung berdiri tanpa menjawab pertanyaan yang ditujukan pada dirinya sendiri. “Ya Mak..”, sahut Anto sambil berjalan ke dalam rumah.
Mereka Makan dengan lahap, dan Mak Nurmi tamPak penuh kasih sayang menyuapi suaminya Pak Mardin.
Anto dan keluarganya pun selesai menyantap makanan malam ini. Sekilas, terlintas dibenak Anto untuk menanyakan hal yang dibicarakannya dengan Pak Haji tadi sore. Kemudian ia menghampiri Mak dan bapaknya untuk menanyakan hal tersebut.
“Mak, Pak, seandainya saya bekerja dengan orang lain, apakah Mak dan bapak mau memberi izin?” tanya Anto dengan nada yang lunak. Mak Nurmi menoleh kearah Anto dan bertanya, “memangnya kamu mau bekerja dimana?”. Anto menjawab dengan tertunduk, “di Jakarta Mak”.
“Kamu bekerja dengan siapa nak?”, tanya Mak kembali.
“Dengan Pak Haji Mak”, jawab Anto.
“Nak, Mak sudah tua nak. Mak tidak punya penghasilan yang tetap, lagian sekarang bapakmu juga sedang sakit. Kalau menurut Mak, lebih baik kamu mencari kerja yang dekat saja. Setiap hari kamu bisa tahu bagaimana keadaan Mak dan bapak. Kalau kamu jauh, Mak dan bapak mau mengadu sama siapa, kalu terjadi apa-apa sama Mak atau bapak. Buat apa jauh-jauh kalau keadaan masih sama nak. Tapi bagaimana dengan bapakmu, Mak mengikut saja apa pendapat bapakmu?”, ungkap Mak Nurmi dengan iba.
Pak Mardin langsung menyela pembicaraan itu, “Kalau bapak boleh-boleh saja nak, selagi niat kamu baik dan kamu selalu ingat dengan kami berdua. Bapak dan Mak akan baik-baik saja di rumah. Dan satu hal yang harus kamu ingat nak, jangan pernah melupakan Allah SWT. Hidup akan celaka jika kamu melupakan Allah nak…!”.
“Ya Pak, Anto tidak mungkin melupakan bapak dan Mak begitu saja, apalagi Allah SWT”, ungkap Anto semangat setelah mendapat izin dari bapaknya.

***

Pagi ini sangat cerah sekali, langit membiru bak samudra yang sangat luas. Pohon-pohon yang rindang memberiikan kesejukan tersendiri, hingga jiwa menjadi tentram menghirup udar segar. Anto bergegas menuju rumah Pak Haji yang berjarak kira-kira 800 meter dari rumahnya.

***

“Assalamu’alaikum Pak Haji”,ungkap Anto.
“Wa’alaikumsalam Anto”, sahut Pak Haji.
“Begini Pak Haji, semalam saya sudah menanyakan sama Mak dan bapak mengenai pekerjaan yang Pak Haji tawarkan kemaren, dan mereka memberi saya izin Pak Haji”, kata Anto sembari tersenyum.
“Hmm, kalaui begitu besok kamu langsung berangkat ke Jakarta ya”, ucap Pak Haji senang. Sambil menunduk Anto berkata,”tapi untuk saat sekarang saya belum punya ongkos untuk ke Jakarta Pak Haji”.
“Hahahaha, kalau masaah itu kamu janagan cemas Anto, Bapak sudah siapkan uang untuk ongkos kamu ke Jakarta”, ungkap Pak Haji. Kemudian Pak Haji mengambil uang di dalam sakunya dan menyerahkan langsung kepada Anto.
***
Anto pun segera memberitahu kepada kedua orang tuanya bahwasanya besok ia akan berangkat ke Jakarta. “ Mak, Pak, besok saya berangkat ke Jakarta”, ungkap Anto. “Apakah kamu punya uang untuk ongkos?”, balas Mak sambil memperbaiki selendangnya. “Ada Mak, tadi Pak haji memberi saya ongkos untuk ke sana Mak”, jawab Anto.  
Anto kemudian mengambil tas yang sudah lusuh lalu memasukkan bajunya ke dalam tas tersebut. Saat Anto mempersiapkan barang-barangya, ternyata Mak memperhatikan anto dari belakang. Mak Nurmi meneteskan air mata, sungguh iba hati Mak Nurmi melepas anaknya pergi ke rantau orang, karena Anto anak satu-satunya. Ketika Anto membalik badannya, seketika itu juga Mak menghapus air mata di pippinya, sehingga Anto tidak tahu kalau Mak sedang menangis.

***

Kini tiba waktunya Anto harus pergi ke Jakarta meninggalkan keluarganya untuk mencari uang.
“Mak, Pak, saya pamit dulu ya”, ungkap Anto sambil memeluk Mak dan Bapaknya. Sungguh tak tertahan air mata Mak Nurmi saat itu, dan sekali lagi ia berpesan kepada Anto,”Hati-hati ya nak, jangan lupa shalat, jangan berjalan di jalan yang salah nak. Jaga diri baik-baik, kami cuma punya kamu nak. Kalau ada apa-apa, cepat kasih kabar ke kampong ya nak”.
Anto  pun memeluk orangtuanya seMakin erat dan menjawab dengan singkat,”ya Mak, Anto akan selalu ingat pesan Mak, Anto pamit ya Mak, Pak, Assalamu’alaikum”. Dengan serentak Mak dan Bapak menjawab, “Wa’alaikumsalam”.
Mak, terus memandangi anaknya yang terus berjalan meninggalkan rumahnya. ”Semoga berhasil nak, semoga Allah memudahkan segala urusanmu dan meridhoi segala kegiatanmu, Mak selalu mendo’akanmu”, do’a Mak dalam hati.

***

Di tempat bekerjanya, Anto mendapatkan teman-teman baru yang baik hati. Sehingga Anto sangat bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya. Setelah satu minggu bekerja disana, Anto pun menerima gaji pertamanya. Senang hati Anto bukan main, gaji yang diterimanya jauh lebih bessar jika dibandingkan hasil kerjanya di kampong. Ia langsung menyisihkan uang tersebut untuk dikirim ke kampong. Sepulangnya dari bekerja, Anto menulis surat untuk orang tuanya.
Keesokan harinya, Anto menuju kantor pos dengan Maksud untuk mengirim surat serta uang yang sudah diperrsiapkannya.

***

Tiga hari kemudian, Pak Pos menghampiri rumah Mak Nurmi dan meninggalkan sebuah amplop di dekat pintu masuk rumah Mak Nurmi tersebut. Mak Nurmi yang baru pulang dari rumah tetangga, tercengang ketika ia melihat ada sebuah amplop di pintu masuk rumahnya. Segera ia mengambil amplop tersebut dan membukanya. Ternyata itu surat dari Anto, Mak pun berlari ke dekat Pak Mardin dan memberitahu kalau ada surat dari Anto, kemudian Mak membaca surat itu dengan nyaring.

Untuk Yang Tercinta
Mak/Bapak
di Kampung Serambi
“Assalamu’alaikum,
Bagaimana kabar Mak/Pak di kampung, Alhamdulillah Anto di sini baik-baik saja Mak. Mak/Pak, Anto senang bekerja disini Mak,banyak teman, banyak pengalaman dan juga banyak uangnya Mak (heheheehe). Tapi, meskipun demikian kadang-kadang Anto ingin berada disamping Mak/Pak, Makan bersama, bercerita bersama. Mungkin itu semua harus Anto tahan dulu Mak, karena Anto ingin membawa pulang uang yang banyak buat Mak/Pak. Untuk saat ini, Anto baru bisa mengirim uang sebanyak ini Mak, ini sebagian hasi kerja Anto. Insyaallah minggu-minggu berikutnya bisa bertambah lagi Mak/Pak. Jangan lupa do’akan Anto Mak/Pak.Anto sayang banget sama Mak/Pak.
Sekian dulu surat dari Anto Mak/Pak, semoga Mak/Pak selalu sehat dan dilindungi Allah SWT, Amiiin”.
Wassalam...
Anakmu,
Anto

“Alahamdulillah Pak, ternyata Anto betah disana Pak”, ungkap Mak Nurmi dengan senang.
“Ya, syukurlah Mak. Semoga niat baiknya terwujud”, sahut Pak Mardin.

***

Malam ini, angin berhembus sangat kencang. Sehingga dinginnya menusuk ke tulang. Tiba-tiba saja, penyakit Pak Mardin kambuh.
“Nurmi..!”
“Nurmi..!” panggil Pak Mardin dengan sangat lemah.
Segera Mak Nurmi datang mengahampiri Pak Mardin dan menggosok-gosok punggungnya. Pak Mardin sangat susah untuk bernafas, dan seringkali ia memukul-mukul tempat tidurnya.
“Ya Allah, jika Engkau ingin saya kembali menghadapmu, ambil nyawsaya sekarang juga Ya Allah”, ucap Pak Mardin lemah sambil tertunduk mengeluarkan air mata.
“Jangan bicara begitu Pak, yang tabah Pak”, sahut Mak Nurmi menguatkan suaminya.
Selang berapa menit, Pak Mardin yang tadinya duduk di samping Mak Nurmi, rebah ke belakang dengan keadaan sudah tak bernafas lagi. Mak Nurmi sangat kaget, dan langsung berteriak sambil menggoyang-goyang badan suaminya tersebut.

***

Anto mendapat kabar dari Pak Haji, dan ia segera pulang ke kampong halamannya tanpa bisa mengikuti proses pemakaman bapaknya.
“Maafkan Anto Mak, yang tak berada di samping Mak, saat bapak harus pergi untuk selamanya,” ugkap Anto penuh sesal.
“Biarlah yang telah terjadi itu belalu nak”, jawab Mak Nurmi dengan tegar.
Anto terdiam dan sejenak menggerutu di dalam hatinya, “andai saya tidak pergi merantau, mungin semuanya tidak seperti ini. Mungkin saat ini Bapak masih hidup. Maafkan Anto Pak, mungkin Anto telah mengambil keputusan yang salah, meninggalkan Bapak dan Mak dengan keadaan yang serba kekurangan. Maafkan Anto Pak, Sekarang Anto janji akan memjaga Mak dengan baaik. Semoga Bapak tenang disana, disisi Tuhan Yang Maha Kuasa, amiin...”

***
By.Rahmat Ilham


Tidak ada komentar:

Posting Komentar