Alhamdulillah,
akhirnya cerpen gw kelar juga nih gan. Ntah memang cerpen atau gag, gw jg
kurang tau gan. Yang penting ini hasil karya gw... (hehehehe)
Cerpen
ini mengisahkan kehidupan sebuah keluarga kecil yang hidup serba kekurangan. Di
atas rumah itu tinggallah seorang bapak yang bernama Pak Mardin (63 tahuh) dan istrinya Mak Nurmi (55 tahun) serta anak
sematawayangnya yang bernama Anto (27 tahun). Dalam kesehariannya, mereka hidup
rukun meskipun terkadang mereka hanya Makan sekali sehari, itupun dengan nasi
dan lauk seadanya.
Setiap
hari, Anto harus berkuli ke sawah orang lain untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya. Sedangkan Mak Nurmi, berjalan ke rumah-rumah tetangga untuk mencari
uang tambahan. Kadang-kadang ia disuruh tetangga untuk mencuci pakaian dan tak
jarang ia juga disuruh membuang sampah, kemudian diberi upah oleh pemilik rumah
tersebut. Sementara itu, Pak Mardin hanya bisa tidur di atas tempat tidur usang
yang sudah lapuk. Karena Pak Mardin mengidap penyakit lumpuh sejak ia berumur
47 tahun, selain itu beliau juga memiliki penyakit asma.
Keadaan
yang demikian, tak menyurutkan semangat Anto untuk terus berusaha memperbaiki
keadaan keluarganya. Hingga suatu hari ia bertemu dengan Pak Asep, yang biasa
dipanggil dengan sebutan Pak Haji. Ketika itu, Anto sedang berjalan pulang
menuju rumahnya sembari membawa cangkul yang diletakkan di atas bahu sebelah
kirinya.
“Anto…!”
teriak Pak Haji memanggil dari belakang.
Anto
kemudian memutar badannya untuk melihat siapa yang memanggilnya. “Eh, Pak Haji.
Ada apa Pak?” tanya Anto sambil menurunkan cangkulnya tadi.
“Kamu
mengerjakan sawah siapa”, Tanya Pak Haji.
“Sawahnya
Karno Pak Haji”, sahut Anto dengan sopan.
“Begini
Nto, bapak kan ada toko baju di Jakarta, sekarang ini sedang membutuhkan
karyawan sebanyak 7 orang, bagimana kalau kamu bekerja disana saja?”, ungkap Pak
Haji.
Anto
sangat terkejut dengan ucapan Pak Haji tersebut, ia sangat senang dengan
tawaran Pak haji tersebut, tapi di lain sisi ia tidak mau meninggalkan orang
tuanya.
Lama
berfikir, lalu Anto menjawab pertanyaan Pak Haji tadi, “saya mau saja Pak Haji,
tapi saya tidak bisa meninggalkan orang tua saya dalam keadaan seperti ini Pak haji”,
jawab Anto dengan lunak.
“Justru
itu Nto, dengan bekerja di tempat bapak nantinya, kamu bisa membahagiakan orang
tuamu. Bapak jamin, kamu tidak akan menyesal bekerja di tempat bapak Nto” tegas
Pak Haji kepada Anto.
Anto
pun terdiam dan merenungkan apa yang dikatakan oleh Pak Haji barusan. Kemudian
ia mengangkat kepalanya dan berkata kepada Pak Haji, “bagaiman kalau saya tanya
sama bapak dan Mak dulu Pak Haji?”. “Baiklah kalau begitu”, sahut Pak Haji
sambil menepuk bahu Anto.
Anto
pun berjalan menuju rumahnya meninggalkan Pak Haji. Sepanjang perjalanan
pulang, Anto kepikiran apa-apa yang baru saja disampaikan oleh Pak Haji kepadanya.
Akhirnya Anto sampai di rumah dan langsung membersihkan badannya.
***
Sungguh
malam yang sunyi, duduk bersandar di dinding kayu dengan penerang sebuah lampu “togok”.
Suara jangkrik turut menambah kesunyian malam itu. Angin sepoi-sepoi membuat
bulu roma berdiri kedinginan. “Hmmm, kapan saya bisa membuat keluarg saya
bahagia”, tanya Anto sembari memandang
bintang di langit.
Tak
lama kemudian terdengar dari dalam rumah suara Mak,
“Anto, Makan nak…!”.
“Anto, Makan nak…!”.
Anto
langsung berdiri tanpa menjawab pertanyaan yang ditujukan pada dirinya sendiri.
“Ya Mak..”, sahut Anto sambil berjalan ke dalam rumah.
Mereka Makan dengan lahap, dan Mak Nurmi tamPak penuh kasih sayang menyuapi suaminya Pak Mardin.
Mereka Makan dengan lahap, dan Mak Nurmi tamPak penuh kasih sayang menyuapi suaminya Pak Mardin.
Anto
dan keluarganya pun selesai menyantap makanan malam ini. Sekilas, terlintas
dibenak Anto untuk menanyakan hal yang dibicarakannya dengan Pak Haji tadi
sore. Kemudian ia menghampiri Mak dan bapaknya untuk menanyakan hal tersebut.
“Mak,
Pak, seandainya saya bekerja dengan orang lain, apakah Mak dan bapak mau memberi
izin?” tanya Anto dengan nada yang lunak. Mak Nurmi menoleh kearah Anto dan
bertanya, “memangnya kamu mau bekerja dimana?”. Anto menjawab dengan tertunduk,
“di Jakarta Mak”.
“Kamu
bekerja dengan siapa nak?”, tanya Mak kembali.
“Dengan
Pak Haji Mak”, jawab Anto.
“Nak,
Mak sudah tua nak. Mak tidak punya penghasilan yang tetap, lagian sekarang bapakmu
juga sedang sakit. Kalau menurut Mak, lebih baik kamu mencari kerja yang dekat
saja. Setiap hari kamu bisa tahu bagaimana keadaan Mak dan bapak. Kalau kamu
jauh, Mak dan bapak mau mengadu sama siapa, kalu terjadi apa-apa sama Mak atau bapak.
Buat apa jauh-jauh kalau keadaan masih sama nak. Tapi bagaimana dengan bapakmu,
Mak mengikut saja apa pendapat bapakmu?”, ungkap Mak Nurmi dengan iba.
Pak
Mardin langsung menyela pembicaraan itu, “Kalau bapak boleh-boleh saja nak,
selagi niat kamu baik dan kamu selalu ingat dengan kami berdua. Bapak dan Mak akan
baik-baik saja di rumah. Dan satu hal yang harus kamu ingat nak, jangan pernah melupakan
Allah SWT. Hidup akan celaka jika kamu melupakan Allah nak…!”.
“Ya
Pak, Anto tidak mungkin melupakan bapak dan Mak begitu saja, apalagi Allah SWT”,
ungkap Anto semangat setelah mendapat izin dari bapaknya.
Pagi
ini sangat cerah sekali, langit membiru bak samudra yang sangat luas.
Pohon-pohon yang rindang memberiikan kesejukan tersendiri, hingga jiwa menjadi
tentram menghirup udar segar. Anto bergegas menuju rumah Pak Haji yang berjarak
kira-kira 800 meter dari rumahnya.
***
“Assalamu’alaikum
Pak Haji”,ungkap Anto.
“Wa’alaikumsalam
Anto”, sahut Pak Haji.
“Begini
Pak Haji, semalam saya sudah menanyakan sama Mak dan bapak mengenai pekerjaan
yang Pak Haji tawarkan kemaren, dan mereka memberi saya izin Pak Haji”, kata
Anto sembari tersenyum.
“Hmm,
kalaui begitu besok kamu langsung berangkat ke Jakarta ya”, ucap Pak Haji
senang. Sambil menunduk Anto berkata,”tapi untuk saat sekarang saya belum punya
ongkos untuk ke Jakarta Pak Haji”.
“Hahahaha,
kalau masaah itu kamu janagan cemas Anto, Bapak sudah siapkan uang untuk ongkos
kamu ke Jakarta”, ungkap Pak Haji. Kemudian Pak Haji mengambil uang di dalam sakunya
dan menyerahkan langsung kepada Anto.
***
Anto
pun segera memberitahu kepada kedua orang tuanya bahwasanya besok ia akan
berangkat ke Jakarta. “ Mak, Pak, besok saya berangkat ke Jakarta”, ungkap
Anto. “Apakah kamu punya uang untuk ongkos?”, balas Mak sambil memperbaiki
selendangnya. “Ada Mak, tadi Pak haji memberi saya ongkos untuk ke sana Mak”,
jawab Anto.
Anto
kemudian mengambil tas yang sudah lusuh lalu memasukkan bajunya ke dalam tas
tersebut. Saat Anto mempersiapkan barang-barangya, ternyata Mak memperhatikan
anto dari belakang. Mak Nurmi meneteskan air mata, sungguh iba hati Mak Nurmi
melepas anaknya pergi ke rantau orang, karena Anto anak satu-satunya. Ketika
Anto membalik badannya, seketika itu juga Mak menghapus air mata di pippinya,
sehingga Anto tidak tahu kalau Mak sedang menangis.
***
Kini
tiba waktunya Anto harus pergi ke Jakarta meninggalkan keluarganya untuk
mencari uang.
“Mak,
Pak, saya pamit dulu ya”, ungkap Anto sambil memeluk Mak dan Bapaknya. Sungguh
tak tertahan air mata Mak Nurmi saat itu, dan sekali lagi ia berpesan kepada
Anto,”Hati-hati ya nak, jangan lupa shalat, jangan berjalan di jalan yang salah
nak. Jaga diri baik-baik, kami cuma punya kamu nak. Kalau ada apa-apa, cepat
kasih kabar ke kampong ya nak”.
Anto pun memeluk orangtuanya seMakin erat dan menjawab dengan singkat,”ya Mak, Anto akan selalu ingat pesan Mak, Anto pamit ya Mak, Pak, Assalamu’alaikum”. Dengan serentak Mak dan Bapak menjawab, “Wa’alaikumsalam”.
Anto pun memeluk orangtuanya seMakin erat dan menjawab dengan singkat,”ya Mak, Anto akan selalu ingat pesan Mak, Anto pamit ya Mak, Pak, Assalamu’alaikum”. Dengan serentak Mak dan Bapak menjawab, “Wa’alaikumsalam”.
Mak,
terus memandangi anaknya yang terus berjalan meninggalkan rumahnya. ”Semoga
berhasil nak, semoga Allah memudahkan segala urusanmu dan meridhoi segala
kegiatanmu, Mak selalu mendo’akanmu”, do’a Mak dalam hati.
***
Di
tempat bekerjanya, Anto mendapatkan teman-teman baru yang baik hati. Sehingga
Anto sangat bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya. Setelah satu minggu
bekerja disana, Anto pun menerima gaji pertamanya. Senang hati Anto bukan main,
gaji yang diterimanya jauh lebih bessar jika dibandingkan hasil kerjanya di
kampong. Ia langsung menyisihkan uang tersebut untuk dikirim ke kampong.
Sepulangnya dari bekerja, Anto menulis surat untuk orang tuanya.
Keesokan
harinya, Anto menuju kantor pos dengan Maksud untuk mengirim surat serta uang
yang sudah diperrsiapkannya.
***
Tiga
hari kemudian, Pak Pos menghampiri rumah Mak Nurmi dan meninggalkan sebuah
amplop di dekat pintu masuk rumah Mak Nurmi tersebut. Mak Nurmi yang baru
pulang dari rumah tetangga, tercengang ketika ia melihat ada sebuah amplop di
pintu masuk rumahnya. Segera ia mengambil amplop tersebut dan membukanya.
Ternyata itu surat dari Anto, Mak pun berlari ke dekat Pak Mardin dan
memberitahu kalau ada surat dari Anto, kemudian Mak membaca surat itu dengan
nyaring.
Untuk Yang Tercinta
Mak/Bapak
di Kampung Serambi
Mak/Bapak
di Kampung Serambi
“Assalamu’alaikum,
Bagaimana kabar Mak/Pak di kampung, Alhamdulillah Anto di sini baik-baik saja Mak. Mak/Pak, Anto senang bekerja disini Mak,banyak teman, banyak pengalaman dan juga banyak uangnya Mak (heheheehe). Tapi, meskipun demikian kadang-kadang Anto ingin berada disamping Mak/Pak, Makan bersama, bercerita bersama. Mungkin itu semua harus Anto tahan dulu Mak, karena Anto ingin membawa pulang uang yang banyak buat Mak/Pak. Untuk saat ini, Anto baru bisa mengirim uang sebanyak ini Mak, ini sebagian hasi kerja Anto. Insyaallah minggu-minggu berikutnya bisa bertambah lagi Mak/Pak. Jangan lupa do’akan Anto Mak/Pak.Anto sayang banget sama Mak/Pak.
Bagaimana kabar Mak/Pak di kampung, Alhamdulillah Anto di sini baik-baik saja Mak. Mak/Pak, Anto senang bekerja disini Mak,banyak teman, banyak pengalaman dan juga banyak uangnya Mak (heheheehe). Tapi, meskipun demikian kadang-kadang Anto ingin berada disamping Mak/Pak, Makan bersama, bercerita bersama. Mungkin itu semua harus Anto tahan dulu Mak, karena Anto ingin membawa pulang uang yang banyak buat Mak/Pak. Untuk saat ini, Anto baru bisa mengirim uang sebanyak ini Mak, ini sebagian hasi kerja Anto. Insyaallah minggu-minggu berikutnya bisa bertambah lagi Mak/Pak. Jangan lupa do’akan Anto Mak/Pak.Anto sayang banget sama Mak/Pak.
Sekian dulu surat
dari Anto Mak/Pak, semoga Mak/Pak selalu sehat dan dilindungi Allah SWT,
Amiiin”.
Wassalam...
Anakmu,
Anto
“Alahamdulillah Pak, ternyata Anto
betah disana Pak”, ungkap Mak Nurmi dengan senang.
“Ya, syukurlah Mak. Semoga niat baiknya
terwujud”, sahut Pak Mardin.
***
“Nurmi..!”
“Nurmi..!” panggil Pak Mardin dengan
sangat lemah.
Segera Mak Nurmi datang mengahampiri Pak
Mardin dan menggosok-gosok punggungnya. Pak Mardin sangat susah untuk bernafas,
dan seringkali ia memukul-mukul tempat tidurnya.
“Ya Allah, jika Engkau ingin saya
kembali menghadapmu, ambil nyawsaya sekarang juga Ya Allah”, ucap Pak Mardin lemah
sambil tertunduk mengeluarkan air mata.
“Jangan bicara begitu Pak, yang tabah Pak”,
sahut Mak Nurmi menguatkan suaminya.
Selang berapa menit, Pak Mardin yang tadinya
duduk di samping Mak Nurmi, rebah ke belakang dengan keadaan sudah tak bernafas
lagi. Mak Nurmi sangat kaget, dan langsung berteriak sambil menggoyang-goyang
badan suaminya tersebut.
***
Anto mendapat kabar dari Pak Haji, dan
ia segera pulang ke kampong halamannya tanpa bisa mengikuti proses pemakaman bapaknya.
“Maafkan Anto Mak, yang tak berada di samping Mak, saat bapak harus pergi untuk selamanya,” ugkap Anto penuh sesal.
“Maafkan Anto Mak, yang tak berada di samping Mak, saat bapak harus pergi untuk selamanya,” ugkap Anto penuh sesal.
“Biarlah yang telah terjadi itu belalu
nak”, jawab Mak Nurmi dengan tegar.
Anto terdiam dan sejenak menggerutu di
dalam hatinya, “andai saya tidak pergi merantau, mungin semuanya tidak seperti
ini. Mungkin saat ini Bapak masih hidup. Maafkan Anto Pak, mungkin Anto telah
mengambil keputusan yang salah, meninggalkan Bapak dan Mak dengan keadaan yang
serba kekurangan. Maafkan Anto Pak, Sekarang Anto janji akan memjaga Mak dengan
baaik. Semoga Bapak tenang disana, disisi Tuhan Yang Maha Kuasa, amiin...”
***
By.Rahmat Ilham
Tidak ada komentar:
Posting Komentar