Sabtu, 14 Juli 2012

Sisi Gelapku

Kelam,,,
Sungguh kelam
Pandangan hanya diam
Tak mengajari tuannya
memahami akan kehidupan...

Di atas kepalsuan dunia
Bahagia dengan kehinaan
Terpuruk dalam kegelapan
Jauh lebih dalam...

Pahit,,,
Sungguh pahit
Deretan dosa menghantui
Mengikuti hentak kaki
Di setiap hela nafas ini...

Melangkah cemas
Suara bathin berkecamuk
ketika,,,
dosa itu datang
terus menghantui
menyapa tuannya...


By.Rahmat Ilham

Rabu, 11 Juli 2012

Cintaku Karena-Mu

Tuhan,,,
Jika cintaku Engkau ciptakan untuk dia,,,
Tabahkan hatinya,,,
Teguhkan imannya,,,
Sucikan cintanya,,,
Lembutkan rindunya,,,

Tuhan,,,
Jika hatiku Engkau ciptakan untuk dia,,,
Penuhi hatinya dengan kasih-Mu,,,
Terangi langkahnya dengan cahaya-Mu,,,
Bisikan kedamaian dalam kegalauan,,,
Temani dia dalam kesepian,,,

Tuhan,,,
Ku titipkan cintaku kepada-Mu untuknya,,,
Resapkan rrinduku pada rindunya,,,
Mekarkan cintaku bersama cintanya,,,
Satukan hidupku dan hidupnya,,,
Sungguh ku mencintainya karena-Mu...


By. MahmudaTaini

Senin, 09 Juli 2012

Pengakuan yang Terlambat


Sekarang pukul 09.40, jam perkuliahan pun berakhir. Aku berjalan meninggalkan ruangan kelas dan bergegas menemui Putri. Putri adalah teman dekatku sejak aku menginjak bangku kuliah. Tapi, diam-diam aku jatuh cinta kepada Putri, karena orangnya cantik, asik, perhatian dan baik hati.
“Bagaimana kuliahmu hari ini Put…?”, tanyaku dengan tawa kecil.
“Arrrghh, membosankan. Sangaaaat membosankan”, jawabnya dengan sedikit emosi.
Akupun tertawa dan kembali bertanya, “memangnya kenapa?”
“Dasar dosen sialan, minggu kemaren katanya kita nggak ada tugas, eh taunya tadi anak-anak pada ngumpulin tugas semua. Ibu kan udah ngasih tau sama ketua kelas kalian tiga hari yang lalu…”, ungkap Putri sambil menirukan gaya dosennya.
“Hehehe, itu biasa Put. Kita pergi makan yuk, pasti kamu belum sarapan kan?”, tanyaku seraya membujuk Putri.
“Hmmm, yuk”, sahut Putri.
Aku dan Putri pergi ke tempat kami biasa makan, yang tak jauh dari gedung perkuliahanku. Saat makan, ku selalu melihat kearah Putri. Parasnya nan elok membuatku tak pernah bosan memandangnya. Sekali-sekali tatapanku beradu dengan tatapan matanya. Akupun hanya bisa tersenyum, begitu juga dengan Putri yang selalu membalas senyumku. Dalam hati ku bergumam “ Putri, kau tampak sangat cantik. Meski suasana hatimu sedang kacau, tapi tetap saja wajahmu memancarkan sinar yang istimewa di hatiku. Putri, kenapa selama ini aku harus menyembunyikan perasaannku. Kenapa selama ini aku harus mengatasnamakan diriku sebagai orang lain. Kenapa selama ini aku membohongi perasaanku sendiri. Sampai kapankah ku harus seperti ini.  Ku mencintaimu Putri, tapi ku tak mampu untuk mengungkapkannya, karena ku tak ingin persahabatan kita selama ini menjadi rusak. Andai aku pria lain, mungkin aku akan lebih leluasa menyampaikan perasaanku ini”.
“Ron…Roni…”, pangil Putri sambil melambaikan tangannya di depan wajahku.
“Ehmm, iya Put, ada apa?”, jawabku sedikit kaget.
“Kamu kenapa, kok melamun?”, tanyanya ingin tahu.
“Nggak Put, lagi ingat sesuatu, hehhehhe”, elakku.
Kami kembali melanjutkan memakan makanan yang berada di hadapan masing-masing. Setelah selesai makan, kami melanjutkan cerita tentang sesorang pria yang pernah aku ceritakan sebelum-sebelumnya.
“Put, pria yang kemaren aku ceritain udah ngajak kamu ketemuan”, tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Belum Ron, padahal aku ingiiiin sekali ketemu sama dia, seandainya aku bisa berada disampingnya setiap saat, mungkin aku adalah wanita yang paling beruntung di jagad raya ini”, jawabnya penuh harap.
Mendengar jawaban Putri, perasaanku sangat senang. Namun perasaan ini juga diiringi rasa sedih. Bagaimana tidak, pria yang selama ini aku ceritakan kepada Putri adalah diriku sendiri. Tapi aku tak berani muncul dihadapannya sebagai pria tersebut. Aku selalu tampil menjadi diri orang lain. Padahal banyak kesempatan untuk menyatakan cintaku padanya, tapi aku tak ingin jika nanti ia harus kecewa dengan apa yang kurasakan saat ini.
“Hmmm, semoga saja ia akan menemuimu secepatnya ya Put” jawabku menguatkan Putri.
“Aku harap juga begitu”, sahutnya sambil menghela nafas panjang.
“Haduuhh,,,”, tiba-tiba Putri kaget saat melihat jam tangannya.
“Kenapa Put”, tanyaku ingin tahu.
“Aku harus pulang Ron, tadi ada janji dengan mama mau ke pasar membeli tas”, jawabnya gelisah.
“Kalau begitu, biar aku yang ngantarin kamu pulang ya”, pintaku sambil mengambil uang dari dompet.
“Iya Ron, nggak apa-apa”, jawab Putri.

***

“Ron, makasih dah ngantarin aku pulang”, kata Putri.
“Ya Put, sama-sama”, balasku.
“Oh ya, besok kita ketemuan lagi ya di tempat biasa”, pinta Putri.
“Okey Put”, jawabku dengan santai.

***

Kini ku berbaring menghadap langit-langit kamarku. Yang ada di dalam benakku hanyalah Putri, Putri, dan Putri. Ku menyesali sikap ku selama ini terhadap Putri, kenapa aku tidak berterus terang saja, bahwa Pria yang aku ceritakan selama ini tak lain adalah aku sendiri. Tapi kucoba untuk menenangkan diri ini, “Ahhh, pasti suatu saat nanti ku bisa mengungkapkannya, dan ia akan tahu siapa pria itu sebenarnya. Biarkan cinta ini mekar pada waktunya”, ungkapku menyudahi penyesalan itu.

***

Sinar matahari mulai masuk dari balik jendela kamarku. Badan mulai terasa gerah berada di bawah selimut yang tebal. Kusingkapkan selimut yang menyelimuti tubuhku dan bergegas ke kamar mandi untuk bersiap-siap menuju kampus.
Hari ini sebenarnya aku tidak ada kelas, tapi karena ada janji dengan Putri, aku harus bangun pagi, meski sedikit kesiangan. Cinta yang bersemai dalam hatiku, membuatku harus rela melakukan apa saja yang bisa membuat hati Putri bahagia. Entah kenapa, mungkin karena perasaan ini juga, setiap melakukan suatu hal yang berkaitan dengan Putri, pasti aku melakukannya dengan ikhlas.
Kuhidupkan motor bututku, dan kutunggu beberapa menit supaya mesinnya panas. “And now, time to go to campus, iiiiiihhaaa”, ungkapku senangnya bukan main.

***

Dua jam sudah aku menunggu Putri, namun ia belum juga datang. Aku kirim pesan tak ada balasannya, aku telfon, nggak ada yang mengangkat. Awalnya aku tetap berfikiran bahwa Putri akan datang, karena selama ini Putri tidak pernah ingkar janji setiap kali membuat janji denganku. Tapi, akhirnya aku berfikir lain, mungkin ada suatu hal yang terjadi pada Putri sehingga ia tidak kunjung datang.
Kuberanikan diri untuk datang langsung ke rumah Putri agar tahu bagaimana keadaan Putri yang sebenarnya. Sesampai di rumah Putri, ku ketuk pintunya sembari memanggil Putri, namun tak seorangpun yang membalas panggilanku. Perasaanku mulai tak enak, aku berfikiran ada  hal buruk yang menimpa diri Putri.
Benar saja apa yang aku fikirkan, tiba-tiba salah seorang tetangga Putri memanggilku dan memberitahu kalau Putri kecelakaan ditabrak mobil. Sontak aku terkejut dan langsung bertanya, “Ia dirawat di Rumah Sakit mana bu?”
“Kalau tidak salah, tadi keluarganya bilang dibawa ke Rumah Sakit yang di depan ini dek”, jawab ibu itu.
Tanpa pikir panjang, aku langsung pergi ke rumah sakit itu dan menanyakan ruangan tempat Putri di rawat kepada suster yang sedang piket. Setelah tahu Putri dirawat di ruang UGD, aku berlari menuju ruangan itu dan mencoba untuk masuk. Namun aku tidak diizinkan untuk masuk dan terpaksa menunggu di ruang tunggu.
Ternyata di ruang tunggu juga ada orang tua Putri, aku kemudian bersalaman dan menanyakan keadaan Putri.
“Bagaimana keadaan Putri Om?” tanyaku ingin tahu.
“Sekarang Putri masih dalam penanganan dokter, tulang punggung dan tulang paha bagian kirinya patah, di bagian kepala mengeluarkan darah”, jawab papa Putri terisak menahan tangis.
Akupun tak kuasa menahan air mata, mendengar penjelasan dari papanya Putri. Di dalam hati aku berdo’a “Ya Allah, selamatkanlah Putri dari semua ini, berikanlah kekuatan kepada Putri dan keluarganya melalui musibah ini”.
Selang beberapa menit, keluarlah dokter dari ruangan UGD tersebut, dan memanggil orang tua Putri. Dari kejauhan aku melihat mereka sedang berbicara dengan sangat serius. Perasaanku mulai tak tenang dengan keadaan Putri, aku mulai memikirkan hal terburuk yang akan terjadi pada Putri, dan air mata ku pun mengalir semakin deras.
Rasa ingin tahu yang besar, mendorongku untuk bertanya lagi kepada orangtua putri. “Sekarang bagaimana keadaannya Om”, tanyaku.
“Sebentar lagi akan dilakukan operasi”, jawab papa Putri singkat.
Aku terdiam dan hanya berharap semoga itu adalah jalan terbaik bagi Putri dan ia bisa kembali seperti dulu lagi.

***

Kini Putri dipindahkan ke ruang operasi. Jantungku berdegup sangat cepat, tak henti-hentinya ku mengirimkan do’a untuk orang yang kucintai itu. Aku sungguh tak mau kehilangan Putri, karena dia sangat berarti bagiku. Pintu ruang operasi ditutup sangat rapat dan tak boleh seorangpun yang masuk kedalamnya. Keadaan ini membuatku semakin mencemaskan keadaan Putri.

***

Dua jam berselang, operasi pun selesai. Terlihat seorang dokter keluar dari ruang operasi dan orang tua Putri langsung menanyakan keadaan anaknya.
“Bagaimana keadaan anak saya Dok?”, tanya beliau.
“Alhamdulillah, operasi berjalan dengan lancar dan sekarang kondisi putri bapak sudah mulai membaik”, jawab dokter itu dengan ekspresi bahagia.
“Alhamdulillah”, ucapku serentak dengan orangtua Putri.
Kami kemudian diizinkan untuk melihat Putri ke dalam ruang operasi tersebut. Kuhanya bisa melihat Putri terbaring lemas, dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Waktu itu, putri belum boleh banyak bicara, tapi aku mencoba memberi Putri  semangat untuk bisa sabar melalui semua ini.
“Put, kamu yang tabah ya, dan kamu harus yakin kalau kamu akan sembuh seperti dulu lagi”, ungkapku menguatkan Putri. Putri hanya membalas perkataanku dengan senyuman kecil dari bibir mungilnya.
“Ron, terima kasih selama ini kamu telah menjadi teman dekat Putri, bahkan om sendiri telah menganggap kamu sebagai anak om sendiri”, ucap papa Putri sambil merangkulku. Aku sangat terkejut mendengar perkataan itu, dan hanya bisa berkata, “Iya om”. Sementara mama Putri terus menggenggam tangan anaknya tersebut.
Keadaan Putri sudah lebih baik dari sebelumnya, aku bermaksud hendak pulang mengganti pakaian. Aku minta izin kepada kedua orangtua Putri, dan tak lupa kepada Putri sendiri. Seperti tadi, Putri tetap membalas setiap perkataanku dengan senyumnya yang tulus.
Aku melangkah meninggalkan ruangan itu dengan berat hati. Karena, meskipun keadaan Putri sekarang sudah lebih baik, tapi tetap saja aku tak bisa tenang dengan keadaan ini. Benar saja apa firasatku, baru saja ku berjalan meniggalkan ruangan itu aku, terdengar suara Om Hendri papanya Putri memanggilku.
“Ron…!”, panggilnya dengan suara lantang.
Aku segera berbalik dan menyahut, “ya om, ada apa?
“Jangan pulang dulu Ron, Putri memanggil-manggil nama kamu Ron”, ungkapnya sedih.
Mendengar itu, aku langsung berlari ke ruangan Putri tadi, dan melihat Putri menangis. Meskipun tidak boleh terlalu banyak bergerak, namun ia mencoba untuk menggapai tanganku dan menyuruhku untuk sedikit membungkuk. Didekatkannya kepalaku ke mulutnya dan pada saat itu dia bisikan sebuah kalimat singkat.
“Jangan tinggalkan aku ron, aku butuh kamu”, ungkapnya lemas.
Aku tersentak dan air mata keluar dengan deras. “Aku akan selalu ada bersamamu Put, kamu jangan khawatir,”ungkapku menghapus kesedihan Putri.
Kemudian yang membuatku lebih kaget lagi saat Putri menanyakan perasaaanku, “Apa yang kamu rasakan saat menjalani hari-hari bersamaku Ron”.
“Aku se..senang Put, aku bahagia bisa kenal denganmu. Hari-hari ku, semua ku lalui dengan penuh warna,” jawabku sedikit terbata.
“Kamu kenapa bertanya begitu Put”, aku berbalik bertanya.
“Nggak Ron, aku cuma ingin tahu aja, aku tidak ingin keberadaanku mebuat orang lain menjadi resah, terganggu dan aku tidak ingin menjadi beban bagi orang lain”, ungkapnya dengan tangisan.
“Put, aku tidak pernah berfikiran selama ini kalau kamu itu membuat aku resah, membuatku terganggu, apalagi beban dalam hidupku. Aku tidak pernah berfikir seperti itu Put, karena….”, jawabku.
Putri pun langsung menyela pembicaraanku yang belum aku selesaikan. “Karena apa Ron”, tanyanya,
Orang tua Putri mulai melihat kepadaku dan berharap aku bisa berkat sejujurnya tentang pa yang aku rasakan. Aku bingung harus berbicara apa, karena ku takut Putri kecewa dengan apa yang akan aku ungkapkan. Tapi, untuk saat ini aku tidak mau lagi bohong dengan perasaanku. Kembali ku dekati telinga Putri, dan pada saat itu aku bisikkan bahwa aku selama ini mencintai Putri.
“Put, sebenarnya selama ini aku sangat mencintaimu. Laki-laki yang selama ini aku ceritakan kepadamu tak lain adalah aku sendiri. Aku tak mampu untuk jujur kepadamu selama ini, karena ku tak ingin kamu kecewa dengan perasaanku ini”, ungkapku sambil mengenggam tangannya.
Putri menatapku sangat lama  sekali, di dalam hati aku berfikir bahwa Putri sangat marah kepadaku. Aku tak berani melihat tatapan Putri karena aku merasa bersalah dengan perasaan yang kumiliki. Kemudian Putri melihat ke arah orang tuanya, dan salah satu dari mereka yaitu mama Putri mulai mendekatiku. Hatiku semakin berkat lain, apakah semua orang yang berada di sini mulai tidak menginginkan keberaaanku.
“Ron, selama ini Putri sering bercerita dengan tante, bahwa ia juga mencintaimu Ron, ungkap mama Putri sembari meraih tanganku.
Sungguh terkejut aku sat itu, kaki ku gemetaran dan tak kuasa ku menahan tangis. “Sungguh tante, apakah tante tidak main-main?, tanyaku meyakinkan tante Sil, mama Putri.
“Tante tidak bercanda Ron, coba saja kamu tanyakan sama Putri”, sahutnya melihat ke arah Putri.
“Apa benar yang  diucapkan mama kamu Put?”, tanyaku ingin tahu.
Putri pun hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaanku. Melihat anggukan itu, aku sangat bahagia, hatiku berbunga-bunga. Ternyata apa yang kurasakan selama ini, juga dirasakan oleh Putri. Ternyata ketakutanku selama ini, hanyalah fatmorgana dalam hidupku. Aku tak mampu mengungapkan bagaimana perasaan bahagia yang kumiliki saat itu, karena secara langsung kedua orang tua Putri merestui hubungan kami.
Namun tiba-tiba, kebahagiaan itu kembali memudar saat Putri merintih kesakitan. Ia memegang kepalanya yang sedang dibalut dengan perban.
“Kamu kenapa Put”, tanyaku dengan cemas.
“Kepalaku serasa mau pecah Ron, kepala bagian belakangku sakit”, ungkapnya menahan rasa sakit.
Spontan, papa Putri langsung memanggil dokter. Di saat itu, putri mengenggam tanganku dan kembali berbisik di telingaku, “Aku sangat mencintaimu Ron, namamu akan slalu hadir dalam hatiku, menemani setiap perjalanan hidupku”.
Aku membalas bisikan itu, “Aku juga mencintaimu Put, lebih dari yang kamu tahu. Mungkin slama ini kamu tidak mengetahui, tapi kini cintaku telah bersamamu”.
Putri pun tersenyum mendengar perkataan itu. Aku juga tersenyum melihat senyum putri, seakan Putri aka sehat seperti sedia kala.
Tiba-tiba, suasana kembali diselimuti kecemasan. Saat putri  menangis menahan sakit di kepalanya. Papa putri pun belum jua kembali memanggil dokter yang bersangkutan. Alhasil, Putri tak lagi bersuara, tangisnya terhenti, dan kini ia terkulai lemah tak bernyawa di sampingku. Putri kembali menghadap Yang Kuasa, dan meninggalkanku untuk selamanya.
“Putriiiiiiiiiiiiiiiiii…!!!”, teriakku ku tak terima dengan kepergian Putri.
Begitu juga dengan mama Putri, beliau sangat histeris dan sangat tidak bisa menerima hal ini terjadi pada anaknya. Selang beberapa menit, papa putrid datang dengan seorang dokter. Melihat kami sedang menangis, papa Putri langsung menghampiri tante Sil, “Kenapa ma”, tanyanya. “Putri pa, Putri telah meninggalkan kita semua”, ungkpanya dengan penuh kesedihan. Om Hendri pun mengamuk melihat keadaan ini. Beliau memaki-maki dokter yang susah untuk ditemui.
“Sudah pa, ini semua sudah terjadi”, ucap tante Sil menenangkan Om Hendri.
Om Hendri menghampiri Putri dan mengusap wajah anaknya nan cantik. “Putri, kenapa kamu tinggalkan papa sama mama nak?”, tanya Om Hendri seakan pertanyaannya akan mendapat jawaban.

***

Proses pemakaman Putri berlangsung dengan suasana penuh haru. Orang-orang yang selama ini bersama Putri sangat merasa kehilangan, termasuk aku yang merasa kehilangan hal terindah yang pernah singgah dalam hidupku. Tak seorangpu yang tidak mengeluarkan air mata, begitu pahit melepas kepergian Putri untuk selamanya. “Selamat jalan Putri, semoga jalanmu terang di alam sana”.

***

Kini kulalui hari-hariku tanpa Putri. Sedih memang kehilangan orang yang dicintai, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah takdir dari Tuhan, mempertemukan cintaku dengan Putri, saat ia harus kembali kepada-Nya. Dalam diam ku berkata, ”Memilikimu beberapa saat kebahagiaan tersendiri bagiku, meskipun ku tak mampu merajut kebahagiaan bersamamu dalam ikatan cinta. Kamu adalah hal terindah dalam hidupku, yang tak kan pernah kulupakan. Aku bersyukur bisa memilikimu, dalam perintihan terakhirmu kau bisikan kata indah di telingaku bahwa namaku akan slalu ada di hatimu menemani setiap perjalanan hidupmu”.
***
By.Rahmat Ilham


Minggu, 08 Juli 2012

Regina, The Next Indonesian Idol 2012


Regina "Idol" Alami Kejadian Buruk di Pesawat
JAKARTA – Regina akhirnya dinobatkan sebagai The Next Indonesian Idol 2012. Hasil voting masyarakat Indonesia lebih banyak memilih Regina dan menyisihkan Sean.
Dalam panggung Reuni dan Penentuan Indonesian Idol 2012, di Ecovention Ancol, Jakarta, Sabtu (7/7/2012) hinggi Minggu dini hari, Daniel Mananta menyatakan bahwa ini adalah keputusan masyarakat Indonesia yang menonton acara tersebut.
Regina meraih hadiah Rp 200 juta rupiah, serta mobil Toyota Yaris matik. Sedangkan Sean juga mendapatkan mobil Toyota Yaris manual.
Sebelum diumumkan, Anang yang dimintai pendapatnya menyebut Regina yang bakal tampil sebagai juara sekalipun Sean juga luar biasa.
“Langsung saja ya, saya pilih Regina,” kata Agnes Monica. Sedangkan Ahmad Dhani menjagokan Sean yang akan tampil sebagai The Next Indonesian Idol 2012.
Regina yang dijagokan oleh banyak pihak, akhirnya memang tampil sebagai juara. Menurut Daniel Mananta, hasil voting kedua grand finalis memang saling susul menyusul. “Sangat ketat,” kata Daniel.
Kedua finalis memang tampil all out dengan sejumlah lagu. Sean dan Regina juga duet menyanyikan ‘Independent Woman’ yang dipopulerkan Destiny’s Child.
Malam puncak Indonesia Idol 2012 juga menampilkan medley lagu terbaik yg pernah dibawakan 10 finalis tersisih. Yoda berkolaborasi dengan Anang di lagu ‘Biarkanlah’, sementara Dion tampil bareng Didi Kempot dalam lagu ‘Tanjung Perak’ & ‘Sewu Kuto’.
Selain itu, acara yang disiarkan secara langsung oleh RCTI itu juga menampilkan Agnes Monica yang melantunkan ‘Cinta di Ujung Jalan’. Agnes juga berkolaborasi dengan Ahmad Dhani dalam lagu ‘Cinta Mati.
Sumber: www.solopos.com

Jumat, 06 Juli 2012

Maafkan Anakmu Mak, Pak...


Alhamdulillah, akhirnya cerpen gw kelar juga nih gan. Ntah memang cerpen atau gag, gw jg kurang tau gan. Yang penting ini hasil karya gw... (hehehehe)

Cerpen ini mengisahkan kehidupan sebuah keluarga kecil yang hidup serba kekurangan. Di atas rumah itu tinggallah seorang bapak yang bernama  Pak Mardin (63 tahuh) dan istrinya  Mak Nurmi (55 tahun) serta anak sematawayangnya yang bernama Anto (27 tahun). Dalam kesehariannya, mereka hidup rukun meskipun terkadang mereka hanya Makan sekali sehari, itupun dengan nasi dan lauk seadanya.
Setiap hari, Anto harus berkuli ke sawah orang lain untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Sedangkan Mak Nurmi, berjalan ke rumah-rumah tetangga untuk mencari uang tambahan. Kadang-kadang ia disuruh tetangga untuk mencuci pakaian dan tak jarang ia juga disuruh membuang sampah, kemudian diberi upah oleh pemilik rumah tersebut. Sementara itu, Pak Mardin hanya bisa tidur di atas tempat tidur usang yang sudah lapuk. Karena Pak Mardin mengidap penyakit lumpuh sejak ia berumur 47 tahun, selain itu beliau juga memiliki penyakit asma.
Keadaan yang demikian, tak menyurutkan semangat Anto untuk terus berusaha memperbaiki keadaan keluarganya. Hingga suatu hari ia bertemu dengan Pak Asep, yang biasa dipanggil dengan sebutan Pak Haji. Ketika itu, Anto sedang berjalan pulang menuju rumahnya sembari membawa cangkul yang diletakkan di atas bahu sebelah kirinya.
“Anto…!” teriak Pak Haji memanggil dari belakang.
Anto kemudian memutar badannya untuk melihat siapa yang memanggilnya. “Eh, Pak Haji. Ada apa Pak?” tanya Anto sambil menurunkan cangkulnya tadi.
“Kamu mengerjakan sawah siapa”, Tanya Pak Haji.
“Sawahnya Karno Pak Haji”, sahut Anto dengan sopan.
“Begini Nto, bapak kan ada toko baju di Jakarta, sekarang ini sedang membutuhkan karyawan sebanyak 7 orang, bagimana kalau kamu bekerja disana saja?”, ungkap Pak Haji.
Anto sangat terkejut dengan ucapan Pak Haji tersebut, ia sangat senang dengan tawaran Pak haji tersebut, tapi di lain sisi ia tidak mau meninggalkan orang tuanya.
Lama berfikir, lalu Anto menjawab pertanyaan Pak Haji tadi, “saya mau saja Pak Haji, tapi saya tidak bisa meninggalkan orang tua saya dalam keadaan seperti ini Pak haji”, jawab Anto dengan lunak.
“Justru itu Nto, dengan bekerja di tempat bapak nantinya, kamu bisa membahagiakan orang tuamu. Bapak jamin, kamu tidak akan menyesal bekerja di tempat bapak Nto” tegas Pak Haji kepada Anto.
Anto pun terdiam dan merenungkan apa yang dikatakan oleh Pak Haji barusan. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan berkata kepada Pak Haji, “bagaiman kalau saya tanya sama bapak dan Mak dulu Pak Haji?”. “Baiklah kalau begitu”, sahut Pak Haji sambil menepuk bahu Anto.
Anto pun berjalan menuju rumahnya meninggalkan Pak Haji. Sepanjang perjalanan pulang, Anto kepikiran apa-apa yang baru saja disampaikan oleh Pak Haji kepadanya. Akhirnya Anto sampai di rumah dan langsung membersihkan badannya.

***

Sungguh malam yang sunyi, duduk bersandar di dinding kayu dengan penerang sebuah  lampu “togok”. Suara jangkrik turut menambah kesunyian malam itu. Angin sepoi-sepoi membuat bulu roma berdiri kedinginan. “Hmmm, kapan saya bisa membuat keluarg saya bahagia”, tanya  Anto sembari memandang bintang di langit.
Tak lama kemudian terdengar dari dalam rumah suara Mak,
“Anto, Makan nak…!”.
Anto langsung berdiri tanpa menjawab pertanyaan yang ditujukan pada dirinya sendiri. “Ya Mak..”, sahut Anto sambil berjalan ke dalam rumah.
Mereka Makan dengan lahap, dan Mak Nurmi tamPak penuh kasih sayang menyuapi suaminya Pak Mardin.
Anto dan keluarganya pun selesai menyantap makanan malam ini. Sekilas, terlintas dibenak Anto untuk menanyakan hal yang dibicarakannya dengan Pak Haji tadi sore. Kemudian ia menghampiri Mak dan bapaknya untuk menanyakan hal tersebut.
“Mak, Pak, seandainya saya bekerja dengan orang lain, apakah Mak dan bapak mau memberi izin?” tanya Anto dengan nada yang lunak. Mak Nurmi menoleh kearah Anto dan bertanya, “memangnya kamu mau bekerja dimana?”. Anto menjawab dengan tertunduk, “di Jakarta Mak”.
“Kamu bekerja dengan siapa nak?”, tanya Mak kembali.
“Dengan Pak Haji Mak”, jawab Anto.
“Nak, Mak sudah tua nak. Mak tidak punya penghasilan yang tetap, lagian sekarang bapakmu juga sedang sakit. Kalau menurut Mak, lebih baik kamu mencari kerja yang dekat saja. Setiap hari kamu bisa tahu bagaimana keadaan Mak dan bapak. Kalau kamu jauh, Mak dan bapak mau mengadu sama siapa, kalu terjadi apa-apa sama Mak atau bapak. Buat apa jauh-jauh kalau keadaan masih sama nak. Tapi bagaimana dengan bapakmu, Mak mengikut saja apa pendapat bapakmu?”, ungkap Mak Nurmi dengan iba.
Pak Mardin langsung menyela pembicaraan itu, “Kalau bapak boleh-boleh saja nak, selagi niat kamu baik dan kamu selalu ingat dengan kami berdua. Bapak dan Mak akan baik-baik saja di rumah. Dan satu hal yang harus kamu ingat nak, jangan pernah melupakan Allah SWT. Hidup akan celaka jika kamu melupakan Allah nak…!”.
“Ya Pak, Anto tidak mungkin melupakan bapak dan Mak begitu saja, apalagi Allah SWT”, ungkap Anto semangat setelah mendapat izin dari bapaknya.

***

Pagi ini sangat cerah sekali, langit membiru bak samudra yang sangat luas. Pohon-pohon yang rindang memberiikan kesejukan tersendiri, hingga jiwa menjadi tentram menghirup udar segar. Anto bergegas menuju rumah Pak Haji yang berjarak kira-kira 800 meter dari rumahnya.

***

“Assalamu’alaikum Pak Haji”,ungkap Anto.
“Wa’alaikumsalam Anto”, sahut Pak Haji.
“Begini Pak Haji, semalam saya sudah menanyakan sama Mak dan bapak mengenai pekerjaan yang Pak Haji tawarkan kemaren, dan mereka memberi saya izin Pak Haji”, kata Anto sembari tersenyum.
“Hmm, kalaui begitu besok kamu langsung berangkat ke Jakarta ya”, ucap Pak Haji senang. Sambil menunduk Anto berkata,”tapi untuk saat sekarang saya belum punya ongkos untuk ke Jakarta Pak Haji”.
“Hahahaha, kalau masaah itu kamu janagan cemas Anto, Bapak sudah siapkan uang untuk ongkos kamu ke Jakarta”, ungkap Pak Haji. Kemudian Pak Haji mengambil uang di dalam sakunya dan menyerahkan langsung kepada Anto.
***
Anto pun segera memberitahu kepada kedua orang tuanya bahwasanya besok ia akan berangkat ke Jakarta. “ Mak, Pak, besok saya berangkat ke Jakarta”, ungkap Anto. “Apakah kamu punya uang untuk ongkos?”, balas Mak sambil memperbaiki selendangnya. “Ada Mak, tadi Pak haji memberi saya ongkos untuk ke sana Mak”, jawab Anto.  
Anto kemudian mengambil tas yang sudah lusuh lalu memasukkan bajunya ke dalam tas tersebut. Saat Anto mempersiapkan barang-barangya, ternyata Mak memperhatikan anto dari belakang. Mak Nurmi meneteskan air mata, sungguh iba hati Mak Nurmi melepas anaknya pergi ke rantau orang, karena Anto anak satu-satunya. Ketika Anto membalik badannya, seketika itu juga Mak menghapus air mata di pippinya, sehingga Anto tidak tahu kalau Mak sedang menangis.

***

Kini tiba waktunya Anto harus pergi ke Jakarta meninggalkan keluarganya untuk mencari uang.
“Mak, Pak, saya pamit dulu ya”, ungkap Anto sambil memeluk Mak dan Bapaknya. Sungguh tak tertahan air mata Mak Nurmi saat itu, dan sekali lagi ia berpesan kepada Anto,”Hati-hati ya nak, jangan lupa shalat, jangan berjalan di jalan yang salah nak. Jaga diri baik-baik, kami cuma punya kamu nak. Kalau ada apa-apa, cepat kasih kabar ke kampong ya nak”.
Anto  pun memeluk orangtuanya seMakin erat dan menjawab dengan singkat,”ya Mak, Anto akan selalu ingat pesan Mak, Anto pamit ya Mak, Pak, Assalamu’alaikum”. Dengan serentak Mak dan Bapak menjawab, “Wa’alaikumsalam”.
Mak, terus memandangi anaknya yang terus berjalan meninggalkan rumahnya. ”Semoga berhasil nak, semoga Allah memudahkan segala urusanmu dan meridhoi segala kegiatanmu, Mak selalu mendo’akanmu”, do’a Mak dalam hati.

***

Di tempat bekerjanya, Anto mendapatkan teman-teman baru yang baik hati. Sehingga Anto sangat bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya. Setelah satu minggu bekerja disana, Anto pun menerima gaji pertamanya. Senang hati Anto bukan main, gaji yang diterimanya jauh lebih bessar jika dibandingkan hasil kerjanya di kampong. Ia langsung menyisihkan uang tersebut untuk dikirim ke kampong. Sepulangnya dari bekerja, Anto menulis surat untuk orang tuanya.
Keesokan harinya, Anto menuju kantor pos dengan Maksud untuk mengirim surat serta uang yang sudah diperrsiapkannya.

***

Tiga hari kemudian, Pak Pos menghampiri rumah Mak Nurmi dan meninggalkan sebuah amplop di dekat pintu masuk rumah Mak Nurmi tersebut. Mak Nurmi yang baru pulang dari rumah tetangga, tercengang ketika ia melihat ada sebuah amplop di pintu masuk rumahnya. Segera ia mengambil amplop tersebut dan membukanya. Ternyata itu surat dari Anto, Mak pun berlari ke dekat Pak Mardin dan memberitahu kalau ada surat dari Anto, kemudian Mak membaca surat itu dengan nyaring.

Untuk Yang Tercinta
Mak/Bapak
di Kampung Serambi
“Assalamu’alaikum,
Bagaimana kabar Mak/Pak di kampung, Alhamdulillah Anto di sini baik-baik saja Mak. Mak/Pak, Anto senang bekerja disini Mak,banyak teman, banyak pengalaman dan juga banyak uangnya Mak (heheheehe). Tapi, meskipun demikian kadang-kadang Anto ingin berada disamping Mak/Pak, Makan bersama, bercerita bersama. Mungkin itu semua harus Anto tahan dulu Mak, karena Anto ingin membawa pulang uang yang banyak buat Mak/Pak. Untuk saat ini, Anto baru bisa mengirim uang sebanyak ini Mak, ini sebagian hasi kerja Anto. Insyaallah minggu-minggu berikutnya bisa bertambah lagi Mak/Pak. Jangan lupa do’akan Anto Mak/Pak.Anto sayang banget sama Mak/Pak.
Sekian dulu surat dari Anto Mak/Pak, semoga Mak/Pak selalu sehat dan dilindungi Allah SWT, Amiiin”.
Wassalam...
Anakmu,
Anto

“Alahamdulillah Pak, ternyata Anto betah disana Pak”, ungkap Mak Nurmi dengan senang.
“Ya, syukurlah Mak. Semoga niat baiknya terwujud”, sahut Pak Mardin.

***

Malam ini, angin berhembus sangat kencang. Sehingga dinginnya menusuk ke tulang. Tiba-tiba saja, penyakit Pak Mardin kambuh.
“Nurmi..!”
“Nurmi..!” panggil Pak Mardin dengan sangat lemah.
Segera Mak Nurmi datang mengahampiri Pak Mardin dan menggosok-gosok punggungnya. Pak Mardin sangat susah untuk bernafas, dan seringkali ia memukul-mukul tempat tidurnya.
“Ya Allah, jika Engkau ingin saya kembali menghadapmu, ambil nyawsaya sekarang juga Ya Allah”, ucap Pak Mardin lemah sambil tertunduk mengeluarkan air mata.
“Jangan bicara begitu Pak, yang tabah Pak”, sahut Mak Nurmi menguatkan suaminya.
Selang berapa menit, Pak Mardin yang tadinya duduk di samping Mak Nurmi, rebah ke belakang dengan keadaan sudah tak bernafas lagi. Mak Nurmi sangat kaget, dan langsung berteriak sambil menggoyang-goyang badan suaminya tersebut.

***

Anto mendapat kabar dari Pak Haji, dan ia segera pulang ke kampong halamannya tanpa bisa mengikuti proses pemakaman bapaknya.
“Maafkan Anto Mak, yang tak berada di samping Mak, saat bapak harus pergi untuk selamanya,” ugkap Anto penuh sesal.
“Biarlah yang telah terjadi itu belalu nak”, jawab Mak Nurmi dengan tegar.
Anto terdiam dan sejenak menggerutu di dalam hatinya, “andai saya tidak pergi merantau, mungin semuanya tidak seperti ini. Mungkin saat ini Bapak masih hidup. Maafkan Anto Pak, mungkin Anto telah mengambil keputusan yang salah, meninggalkan Bapak dan Mak dengan keadaan yang serba kekurangan. Maafkan Anto Pak, Sekarang Anto janji akan memjaga Mak dengan baaik. Semoga Bapak tenang disana, disisi Tuhan Yang Maha Kuasa, amiin...”

***
By.Rahmat Ilham


Kamis, 05 Juli 2012

Kehendak-Mu


Liku kehidupan yang kulalui begitu mencekam,
Tak sedikit jurang terjal yang kulalui,
Lembah hitam slalu menghantui,

Kala ku tersudut sepi,
Di antara para pemuja setan,
Ku palingkan wajahku dari kabut dunia,
Meski terkadang tanganku bergelimang dosa,

Hiruk pikuk suara mereka,
Seolah dunia ini telah menjadi miliknya seutuhnya,
Semakin gelap saat matahari kian menjulang,
Semakin dingin dikala panas menantang,
Apakah ini lelucon atau hanya gurauan,
Tapi itu yang kurasakan,
Ya  Allah,
Ini kehendak-Mu karena ulahku…

By.Rahmat Ilham

Selasa, 03 Juli 2012

At Marapi Mountain

Mendaki gunung merupakan salah satu kegiatan yang disenangi oleh kebanyakan remaja ataupun orang dewasa, baik yang tergolong ke dalam sebuah organisasi maupun tidak sama sekali. Banyak hal menarik yang akan ditemui selama berada di alam nan sangat indah ini.

Ini ceritaku saat mendaki Gunung Marapi bersama teman-teman, tepatnya di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat..

Pendakian kami mulai pada tanggal 19 Februari 2012 dari Koto Baru kira-kira pukul 23.00 WIB. Aku dan teman-teman sangat bersemangat melakukan pendakian ini, karena ingin  melihat pemandangan yang sangat menakjubkan dari ketinggian kira-kira 2.800 m/dpl.

Kriikkk.. kriikkk.. suara jangkrik dengan setia mengiringi setiap langkah kaki kami. Berjalan di jalan setapak yang juga pernah dilewati para pendaki sebelumnya. Gurauan selau hadir dalam perjalanan, sehingga jauhnya jarak yang ditempuh, sulitnya medan yang dilalui tidak begitu dihiraukan, yang penting bisa ketawa.

Akhirnya kami sampai di pos jaga, dan kami melapor kepada penjaga di sana bahwa kami akan melakukan pendakian selama tiga hari dua malam. Kemudian kami disuruh untuk mengisi identitas di buku usang yang sudah banyak memuat nama para pendaki Gunung Marapi ini.

Proses selesai, kami melanjutkan perjalanan ke Pasanggrahan. Diskusi kecil dilakukan sambil berjalan, dimana akan tidur untuk malam ini. Dan kami memutuskan untuk tidur di Pasanggrahan tersebut. Setiba kami di sana, kami langsung mendirikan tenda, dan sebagian teman  lainnya mencari kayu untuk menghidupkan api unggun. 



Brrrrr,,,, udara malam itu sangat dingin, meskipun sudah mengenakan jacket, tetap saja dingin itu terasa. Untuk menghangatkan suasana, kami menyanyikan lagu-lagu yang heboh, ditambah dengan alunan musik dari sebuah gitar "Kapok"   yang dimainkan temanku Erik.

Tak terasa waktu terus berjalan, dan kini "time to sleep"....
***

Si raja siang mulai menampakkan dirinya, kami bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak tertinggi dari Gunung Marapi yaitu Puncak Merpati. 

Jalan yang harus dilalui semakin rumit, semakin mendekati puncak tingkat kerumitannya semakin bertambah. Berjalan di atas akar kayu yang sudah berumur ratusan tahun. Sekali-sekali sinar matahari menembus dedaunan yang begitu rimbun menutupi permukaan gunung. Meskipun berjalan di siang hari, tetap saja udara di gunung terasa sejuk.

Selangkah demi selangkah, dengan nafas yang tersengal-sengal, akhirnya kami sampai di Cadas.
Waaawwww,,, angin kencang dan hujan menghalangi perjalanan kami, terpaksa kami mendirikan tenda untuk berteduh dan beristirahat. Lama menunggu, tenyata hujan tidak reda, terpaksa kami harus mengurungkan niat untuk mencapai puncak  hari ini.
Hhhhhhhhhhh.....
Semua dari kami menggigil kedinginan dan menggosok-gosokan telapak tangan biar terasa hangat, namun masih saja merasa kedinginan.

***

Hmmm,,
Cuaca pagi ini sungguh sangat bersahabat, dengan suasana hati yang gembira kami kembali memulai perjalanan.


Semangat kami pun semakin terpacu, karena puncak sudah semakin dekat. Hilang sudah semua rasa lelah tadi, sekarang cuma ada satu hal yang diingini "Go to Puncak Merpati", dan abadikan melalui foto-foto, hehehehe.

Naik-naik ke puncak gunung,,,
tinggi-tinggi sekali,,,
kiri kanan kulihat saja,,,
banyak pohon cemara,,,

Lagu itu kunyanyikan sendiri dengan nada yang kecil. Entah kenapa aku merasa sangat bangga ketika aku bisa berdiri lebih tinggi dari awan yang biasanya memandangku dari jarak jauh (hahahahaha).

***
MasyaAllah, sungguh indah pemandangan dari atas puncak Gunung Merapi. Kali ini, aku benar-benar sangat senang, sungguh sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. 


Terlihat Gunung Singgalang dengan jelas dan di belakangnya juga tampak Gunung Tandikek...
Gimana gan, keren gag tu,,,? 



Foto bersama di puncak Gunung Marapi





Foto bersama membelakangi kawah Gunung Marapi

Nah, ini ane punya pose gan, hahhaha

Setelah, mengabadikan moment ini, kami berpencar menjadi dua kelompok, sebagian besar pergi ke taman, sebagian menunggu di dekat tenda didirikan.
Sebenarnya, masih belum puas untuk melihat keindahan panorama ini, tapi mau gag mau harus kembali ke tenda untuk makan dan beristirahat, kemudian dilanjutkan untuk turun gunung.

Senin, 02 Juli 2012

Cintaku Hanya Untukmu


Tak tahu harus bagaimana
Mengungkapkan smua rasa bahagia
yang singgah di hatiku saat ini
Kau hadir membasuh semua luka lamaku
Dan kini ku tersenyum bahgia karenamu,,,

Hanya kata sayang
Hanya kata cinta
yang slalu kuucapkan kepadamu
Kata sederhana yang terukir dalam hati
dan  terlahir dari mulutku...

Tapi rasa yang kumiliki tak sesederhana itu
Ku mencintaimu dengan sempurna
Dengan ketulusan hatiku
Dengan seluruh jiwa ragaku
Ku ungkapkan
Cintaku hanya untukmu


By.Rahmat Ilham