Sabtu, 01 Desember 2012

Do'a Tukang Becak (Part I)


“Kak, bapak terlihat sangat sedih semenjak tahu kalau kita tidak lulus SNMPTN. Akhir-akhir ini bapak tidak seperti biasanya, bapak sudah jarang menarik becak. Bapak terlihat tidak bersemangat lagi kak.  Sekarang apa yang harus kita lakukan?”, ucap Boni sedih.
“Santai aja Bon, mungkin belum saatnya kita kuliah saat ini. Lagian bapak juga butuh istirahat, mungkin saja bapak kelelahan makanya tidak narik becak”, respon Roki lagi-lagi dengan gayanya yang dingin.
Boni berjalan meninggalkan kakaknya, kini ia menuju kamar bapaknya dengan maksud untuk mengajak beliau untuk berbicara. Ketika akan membuka pintu kamar, Boni mendengar suara tangisan yang berasal dari dalam kamar bapaknya tersebut. Diam-diam Boni menguping dari luar kamar tersebut. Dan terdengarlah rangkaian do’a,
“Ya Allah, apakah ini masih bagian dari cobaan hidup yang Engkau berikan kepada hamba Ya Allah....? Apakah hamba tidak layak untuk memiliki anak dengan pendidikan yang lebih baik dari hamba…? Hamba ingin mereka memiliki nasib yang lebih baik dari hamba yang hanya sebagai seorang tukang becak. Hamba tidak ingin mereka hidup susah seperti hamba Ya Allah. Tunjukkilah hamba Ya Allah, Berikanlah hidayah-Mu kepada hamba. Ya Allah Ya Rahman, jika memang belum saatnya keluarga hamba memiliki pendidikan yang tinggi. Jadikanlah anak-anak hamba sebagai anak yang shaleh, jangan Engkau biarkan mereka berada di jalan yang sesat Ya Allah”.
Boni pun meneteskan air mata mendengar do’a yang baru saja ia dengar dari mulut bapaknya. Sungguh ia tak ingin lagi membuat hati bapaknya menadi sedih. Segera ia masuk kamar dan mengunci diri di dalamnya. Ia merenungi nasib dirinya untuk masa yang akan datang.
“Apa yang harus ku lakukan agar aku bisa lebih baik dari ayah, agar aku bisa membahagiakan Ayah? Ibu, andai saja saat ini ibu hadir di tengah kegelisahan kami, tentu kami akan sangat terbantu. Kami semua merindukan Ibu”. Ungkap Boni sambil memandangi foto ibunya yang telah meninggal dunia akibat kecelakaan.
Kemudian Boni bangkit dan menyemangatinya sendiri, “aku pasti bisa lebih baik dari ayah…! Aku pasti bisa…!
            Sementara Roki, hanya duduk bermalas-malasan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya untuk masa yang akan datang.
“Bon, waktu masih panjang, kenapa sekarang harus susah-susah memikirkan masa depan. Nikmati masa remaja ini, gunakan kebebasan ini untuk mencari kenikmatan”, tukas Roki.
Boni terlihat sedikit marah, “kak, kita yang akan menentukan masa depan kita sendiri. Jika itu mau kakak, silahkan saja ikuti kemauan kakak itu”.
“Hahaha, keadaan membuatmu semakin dewasa Bon”, ejek Roki.
“Terserah kak”, berontak Boni.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar