Jalanan
pagi menuju kampus yang berada di depan rumah kos-kosan ku terlihat ramai
sekali. Setiap mahasiswa yang lewat semua mengenakan baju hitam putih, karena
hari ini ujian akhir semester. Ada yang terlihat santai dan ada pula dengan
wajah cemas berjalan menuju kampus untuk mengikuti ujian hari ini.
Sekali-sekali terdengar ucapan dari mulut mahasiswa itu “mudah-mudahan dosennya
nggak galak saat mengawas ujian, amiin”. Aku tertawa kecil mendengar ucapan
itu, teringat masa kuliah semester-semester dulu, (kebetulan mata kuliah aku
udah habis, hehehe…).
Aku
melihat suasana ini dengan segelas kopi panas dan sepotong roti tawar. Berfikir
kalau aku masih seperti mereka yang harus mengikuti ujian dengan baju hitam putih
dan rambut yang pendek. Huh, waktu memang tak terasa terus berjalan, padahal
kalau diingat-ingat aku masuk kuliah baru sekitar satu tahun yang lalu, tapi
kenyataannya waktu yang telah kulalui lebih kurang sudah tiga setengah tahun.
Kini
jalanan di depan kos-kosan ku sudah terlihat sepi, karena sekarang sudah pukul
07.10, artinya ujian sudah di mulai. Meskipun masih ada yang jalan di depan
kosan ku, itupun mahasiswa ugal-ugalan yang sering terlambat.
“Bang,
bisa tolongin potong rambut ngaak bang?”, tiba-tiba seorang mahasiswa yang tak
ku kenal minta tolong kepadaku dengan gunting di tangannya.
“Maaf,
aku ngaak bisa motong rambut”, tolakku.
“Ngaak
apa-apa bang, nanti mau diperbaiki juga kok”, paksanya kepadaku.
Dia
terus memaksaku untuk menolong memotong rambutnya. Sekarang ia mengambil
tanganku dan memberikan gunting yang ia pegang tadi ke tanganku. “Tolong ya
bang”.
“Emang
kenapa, kok motong rambutnya baru sekarang?” tanyaku ingin tahu.
“Kalau
rambut panjang, nggak bisa ikut ujian bang”, jawabnya memelas.
“Ooow
gitu, tapi bang nggak bisa motong rambut”, ungkapku sekali lagi meyakinkannya.
“Biar
aja bang, yang penting udah dipotong”, ujar mahasiswa yang tak ku kenal itu.
“Ya
udah, tapi bang ngaak tanggung jawab ya, kalau nanti rambutnya jelek”
“Ya
bang”, jawabnya sedikit lega.
Akupun
memotong rambutnya dengan cemas dan penuh keraguan. “Krreeeeg…kreeeeg”, aku pun
memotong rambutnya. Hahaha, aku tertawa kecil melihat rambut mahasiswa tersebut
sudah seperti rambut Dora The Explorer. Aku pun menyuruhnya untuk berkaca, dan
ia pun juga ikut tertawa.
“Makasih
ya bang”, ucapnya dengan wajah agak masam.
“Ya,
ya” jawabku tertawa.
Ia
pun langsung berlari menuju kampus dengan potongan rambut yang lucu itu. Hahaha,
ada-ada saja. Ini pengalaman pertamaku jadi tukang pangkas dadakan.